Senin, 26 November 2012



    A. Bagaimana Pengertian Perkawinan
Adapun pengertian perkawinan, masing-masing ulamak fikih berbeda-beda dalam mengemukakan pendapatnya, antara lain sebagai berikut:
1.      Ulamak Hanafiyah
Mendefinisikan perkawinan sebagai suatu akad yang berguna untuk memiliki mut’ah dengan sengaja. Artinya seorang lelaki dapat mnguasai perempuan dengan seluruh anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan atau kepuasan.
2.      Ulamak Syafi’iyah
Menyebutkan bahwa perkawinan adalah suatu akad dengan menggunakan lafal nikah نِكَاحٌ )) atau  zauj ( زَوْجٌ ) yang menyimpan arti memiliki wanita. Artinya dengan pernikahan seseorng dapat memiliki atau mendapat kesenangan dari pasangannya.
3.      Ulamak Malikiyah
Menyebutkan bahwa perkawinan adalah suatu akad yang mengandung arti mut’ah untuk mencapai kepuasan, dengan tidak mewajibkn adanya harga.
4.      Ulamak Hanabilah
Menyebutkan bahwa perkawinan adalah akad dengan menggunakan lafal inkah ( اِنْكَاحٌ ) atau ( تَزْوِيْجٌ ) untuk mendapatkn kepuasan, artinya seseorng laki-laki dapat memproleh kepuasan dari seorng perempuan dan sebaliknya.[1]
Dalam pengetian diatas, terdapat kata milik مِلِكٌ yang mengandung tiga macam arti, yaitu sebagai berikut:
a.       Milku ar-raqabah مِلْكُ الرَّقَبَةِ, yaitu hak untuk memiliki sesuatu secara keseluruhan dengan jalan beli,warisan, hibah dan sebagainya. Sesuatu itu bisa dijual, digadaikan dan lain-lain.
b.      Milku Al-Manfaat مِلْكُ الْمَنْفَعَةِ , yaitu hak untuk memiliki kemanfaatan suatu benda misalnya, dari menyewa.
c.       Milku Al-Intifa مِلْكُ الْاِنْتِفَاعِ , yaitu hak untuk memiliki penggunaan atau pemakaian suatu benda tanpa orng lain berhak menggunakannya.[2]
Arti milik مِلِكٌ dalam hal pernikahan adalah Milku Al-manfa’at مِلْكُ الْمَنْفَعَةِ yaitu dengan akad nikah, maka suami dan istri dapat saling memanfaatkan untuk mencapai kehidupan dan keharmonisan rumah tangga menuju kebahagian dunia dan akhirat.
B.     Dasar Hukum Perkawinan
Adapun dasar-dasar perkawanin dari Al-quran dan Al-hadis yakni sebagai berikut:
1.      Dalil Al-quran
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÌËÈ  
32. Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. An Nuur (24) : 32).

[1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
`ÏBur Èe@à2 >äóÓx« $oYø)n=yz Èû÷üy`÷ry ÷/ä3ª=yès9 tbr㍩.xs? ÇÍÒÈ  
49. Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49).
z`»ysö6ß Ï%©!$# t,n=y{ ylºurøF{$# $yg¯=à2 $£JÏB àMÎ7/Yè? ÞÚöF{$# ô`ÏBur óOÎgÅ¡àÿRr& $£JÏBur Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÏÈ  
36. Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Qs. Yaa Siin (36) : 36).
ª!$#ur Ÿ@yèy_ Nä3s9 ô`ÏiB ö/ä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& Ÿ@yèy_ur Nä3s9 ô`ÏiB Nà6Å_ºurør& tûüÏZt/ Zoyxÿymur Nä3s%yuur z`ÏiB ÏM»t6Íh©Ü9$# 4 È@ÏÜ»t6ø9$$Î6sùr& tbqãZÏB÷sムÏMyJ÷èÏZÎ/ur «!$# öNèd tbrãàÿõ3tƒ ÇÐËÈ  
72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (Qs. An Nahl (16) : 72).

ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ  
21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar.. Ruum (30) : 21).
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# šcqßJŠÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# šcqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# šcqãèŠÏÜãƒur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷Žzy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÐÊÈ  
71. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. At Taubah (9) : 71).
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ  
1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Qs. An Nisaa (4) : 1).

[263] Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. Di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[264] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
àM»sWÎ7sƒø:$# tûüÏWÎ7yù=Ï9 šcqèWÎ7yø9$#ur ÏM»sWÎ7yù=Ï9 ( àM»t6Íh©Ü9$#ur tûüÎ6Íh©Ü=Ï9 tbqç7ÍhŠ©Ü9$#ur ÏM»t6Íh©Ü=Ï9 4 y7Í´¯»s9'ré& šcrâ䧎y9ãB $£JÏB tbqä9qà)tƒ ( Nßgs9 ×otÏÿøó¨B ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇËÏÈ  
26. Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (embe)[1034]. (Qs. An Nuur (24) : 26).

[1034] Ayat ini menunjukkan kesucian ‘Aisyah r.a. dan Shafwan dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Rasulullah adalah orang yang paling baik Maka pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istri beliau.
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Qs. An Nisaa’ (4) : 3).
[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

$tBur tb%x. 9`ÏB÷sßJÏ9 Ÿwur >puZÏB÷sãB #sŒÎ) Ó|Ós% ª!$# ÿ¼ã&è!qßuur #·øBr& br& tbqä3tƒ ãNßgs9 äouŽzÏƒø:$# ô`ÏB öNÏd̍øBr& 3 `tBur ÄÈ÷ètƒ ©!$# ¼ã&s!qßuur ôs)sù ¨@|Ê Wx»n=|Ê $YZÎ7B ÇÌÏÈ  
36. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36).[3]
2. Dalil Al-hadis
1. Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: “Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !”(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
2. Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).
3. Dari Aisyah, “Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu(HR. Hakim dan Abu Dawud).
4. Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat. (HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
5. “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim) :
a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah.
b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya.
c. Pemuda / I yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram.”
6. “Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara. ” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).
7. Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).
8. Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).
9. Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
10. Rasulullah SAW. Bersabda : “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari).
11. Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Yala dan Thabrani).
12. Dari Anas, Rasulullah SAW. Pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif) .
13. Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).
14. Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya.” (HR. Baihaqi).[4]
15. “ Nikalah kamu, perbanyaklah kamu, karena sesungguhnya dengan kamu aku akan berlomba-lomba dengan umat-umat yang lain pada hari kiamat.” (H.R.Abdur Razzaq).
16. “Sesungguhnya Alloh menggantikan cara kependetaan dengan cara yang lurus lagi ramah (menikah) kepada kita,”(H.R. Tabrani).
17. “Menikahlah kalian, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian pada umat-umat lain. Dan janganlah kalian seperti pendeta-pendeta nasrani.”(H.R.Al-Baihaqi).[5]
             C. Hikmah Perkawinan
Secara sederhana, ada 5 (lima) hikmah di balik perintah menikah dalam Islam yakni sebagai berikut:
1.      Sebagai wadah birahi manusia
Allah ciptakan manusia dengan menyisipkan hawa nafsu dalam dirinya. Ada kalanya nafsu bereaksi positif dan ada kalanya negatif. Manusia yang tidak bisa mengendalikan nafsu birahi dan menempatakannya sesuai wadah yang telah ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku syahwat terlarang. Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu dalam mewadahi ‘aspirasi’ nulari normal seorang anak keturunan Adam.
2.      Meneguhkan akhlak terpuji
Dengan menikah, dua anak manusia yang berlawanan jenis tengah berusaha dan selalu berupaya membentengi serta menjaga harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah yang baik. Akhlak dalam Islam sangatlah penting. Lenyapnya akhlak dari diri seseorang merupakan pintu gerbang kehancuran, bukan saja bagi dirinya bahkan bagi suatu bangsa. Kenyataan yang ada selama ini menujukkkan gejala tidak baik, ditandai dengan banyaknya pergaulan bebas.
Sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW: “Wahai para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan untuk menafkahi, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran pandangan, pemelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa, sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri.” (HR. Bukhari-Muslim)
3.       Membangun rumah tangga islami
Slogan “sakinah, mawaddah, wa rahmah” tidak akan menjadi kenyataan jika tanpa dilalui proses menikah. Tidak ada kisah menawan dari insan-insan terdahulu maupun sekarang hingga mereka sukses mendidik putra-putri dan keturunan bila tanpa menikah yang diteruskan dengan membangun rumah tangga yang bernuansa islami.
Layaknya perahu, perjalanan rumah tangga kadang terombang-ambing ombak di lautan. Ada aral melintang. Ada kesulitan datang menghadang. Semuanya adalah tantangan dan riak-riak yang berbanding lurus dengan keteguhan sikap dan komitmen membangun rumah tangga ala Rasul dan sahabatnya.
4.      Memotivasi semangat ibadah
Risalah Islam tegas memberikan keterangan pada umat manusia, bahwa tidaklah mereka diciptakan oleh Allah kecuali untuk bersembah sujud, beribadah kepada-Nya.
Dengan menikah, diharapkan pasangan suami-istri saling mengingatkan kesalahan. Dengan menikah satu sama lain memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan Rasul-Nya.
Lebih dari itu, hubungan biologis antara laki dan perempuan dalam ikatan suci pernikahan terhitung sebagai sedekah. Seperti diungkap oleh rasul dalam haditsnya, “Dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.” “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR. Muslim)
5.      Melahirkan keturunan yang baik
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang salih, berkualitas iman dan takwanya.
Dengan menikah, orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang bertakwa dan beriman kepada Allah. Tanpa pendidikan yang baik tentulah tak akan mampu melahikan generasi yang baik pula.[6]











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari beberapa pengertian tentang perkawinan tersebut di atas maka dapat kami simpulkan bahwa perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak antara suami maupun istri sebagaimana yang diterangkan di Al-Quran dan Al-hadis Nabi Muhammad SAW .
Perkawinan juga memiliki hikmah yakni tidak lain untuk  melaksanakan sunanah Nabi dan juga membangun rumah tangga yang bernuansa islami karna keluaraga yang bernuansa islami dapat memperkokoh iman, takwa kedua belah pihak kepada Alloh SWT. Dan juga dapat membawa keduanya untuk mengerti apa arti kehidupan yang sebenarnya di dalam alur jalan rumah tangga.
Bila tanpa menikah yang diteruskan dengan membangun rumah tangga yang bernuansa islami. Layaknya perahu, perjalanan rumah tangga kadang terombang-ambing ombak di lautan. Ada aral melintang. Ada kesulitan datang menghadang. Semuanya adalah tantangan dan riak-riak yang berbanding lurus dengan keteguhan sikap dan komitmen membangun rumah tangga ala Rasul dan sahabatnya.








Daftar Pustaka
[1] Abdurachman Al-Jaziri, Kitab Fikih Ala Mazahib AL-Arba’ah, Al-Maktabah At-Tijariyyatul kubra, Mesir. Juz.4, hlm.2
[1] Slamet Iskandar,Drs.,Fikih munakahat, IAIN Walisongo, t.t, hlm.2
[1] Slamet Addin,Drs. H.Aminuddin, Drs, Fikih munakahat, CV Pustaka Setia, Bandung. 1999.




[1] Abdurachman Al-Jaziri, Kitab Fikih Ala Mazahib AL-Arba’ah, Al-Maktabah At-Tijariyyatul kubra, Mesir. Juz.4, hlm.2
[2] Slamet Iskandar,Drs.,Fikih munakahat, IAIN Walisongo, t.t, hlm.2
[5] Slamet Addin,Drs. H.Aminuddin, Drs, Fikih munakahat, CV Pustaka Setia, Bandung. 1999.