Selasa, 15 Januari 2013


PENGERTIAN IJTIHAD
  Ijtihad berasal dari bahasa arab yaitu “Jahada” yang mempunyai arti mencurahkan segala kemampuan untuk mendapatkan sesuatu yang sulit atau yang ingin di capainya badzlul al-juhdi li istinbath al-ahkam min al-nash (mencurahkan segala pikiran untuk merumuskan sebuah hukum dari teks wahyu)[1]
            Dengan kata lain, ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’ (agama). Dalam istilah inilah ijtihad lebih banyak dikenal dan digunakan bahkan banyak para fuqaha yang menegaskan bahwa ijtihad dilakukan di bidang fiqih.
  B. DASAR HUKUM IJTIHAD DAN HUKUM MELAKUKAN IJTIHAD
            Ijtihad bisa dipandang sebagai salah satu metode untuk menggali sumber hukum islam. Yang menjadi landasan dibolehkannya ijtihad banyak sekali, baik melalui pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, diantaranya seperti firman allah yaitu
!$¯RÎ)!$uZø9tRr&y7øs9Î)|=»tGÅ3ø9$#Èd,ysø9$$Î/zNä3óstGÏ9tû÷üt/Ĩ$¨Z9$#!$oÿÏ3y71ur&ª!$#


Artinya:
“sesungguhnya kami turunkan kitab kepadamu secara hak agar dapat menghukumi di antara manusia dengan apa yang allah mengetahui kepadamu (QS, an-nisa’ 105)”
Dalam ayat tersebut terdapat penetapan ijtihad berdasarkan qiyas. Adapun keterangan dari sunah, yang membolehkan berijtihad diantaranya seperti hadis yang diriwayatkan oleh umar :
إذَا حكم الحاكم فاجْتهد فاصاب فله اجران وإذا حكم فاجْتهد ثـمّ أخْطأ فلهُ اجْرٌ
“jika seorang hakim menghukumi sesuatu, dan benar. Maka ia mendapat dua, dan bila salah maka ia mendapat satu pahala”.
Hal itu telah diikuti oleh para sahabat setelah nabi wafat.Mereka selalu berijtihad jika menemukan suatu masalah baru yang tidak terdapat dalam al-qur’an dan sunah rasul[2].
Disini juga terdapat macam-macam ijtihad karena dikalangan ulama, terjadi perbedaan pendapat mengenai masalah ijtihad. Karena imam syafi’i menyamakan ijtihad dengan qiyas, yakni dua nama, tetapi maksudnya satu. Dia tidak mengakui ra’yu yang didasarkan pada istihsan atau maslahah mursalah.Sementara itu para ulama lainnya memiliki pandangan yang lebih luas tentang ijtihad.Menurut mereka itu mencakup ra’yu qiyas dan akal.
Pemahaman mereka tentang ra’yu sebagaimana yang didasarkan oleh parasahabat, yaitu mengamalkan apa-apa yang dipandang maslahat oleh para mujtahid, atau setidak-tidaknya mendekati tanpa melihat apakah hal itu ada dasarnya atau tidak, berdasarkan pendapat tersebut, Dr. dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang sebagiannya sesuai dengan pendapat Asy-syatibi dalam kitab Al-muwafaqat, yang diantaranya
a. ijtihad Al-batani. Yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash.
b. ijtihad Al-qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permaslahan yang tidak terdapat dalam al-qur’an dan as-sunah dengan menggunakan metode qiyas
c. ijtihad Al-istislah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-qur’an dan As-sunah dengan menggunakan ra’yu dengan berdasarkan kaidah istishlah.
Pembagian diatas masih belum sempurna, seperti yang diungkapkan oleh Muhammad taqiyu al-hakim dengan mengemukakan beberapa alasan, diantaranya jami’ wal mani. Menurutnya, ijtihad itu dapat dibagi menjadi dua bagian saja, yaitu
1. ijtihad al-aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya didasarkan pada akal, tidak menggunakan dalil syara’. Mujtahid dibebaskan untuk berpikir, dengan mengikuti kaidah-kaidah yang pasti.
2. ijtihad syari’, yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’, termasuk dalam pembagian ini adalah ijma, qiyas, istikhsan. Istishlah, ‘urf, istishhab dll[3].
Hukum melakuakan ijtihad itu menurut para ulama, bagi seseorang yang sudah memenuhi persyaratan ijtihad, terdapat lima hukum yang bisa dikenakan pada orang yang berkenan ingin berijtihad, yaitu:
a. orang tersebut dihukumi fardhu ain untuk berijtihad apabila ada permasalahan yang menimpa dirinya, dan harus mengamalkan dari ijtihadnya dan tidak boleh taqlid kepada orang lain.
b. juga dihukumi fardhu ain jika ditanyakan tentang suatau permasalahan yang belum ada hukumnya
c. fardhu kifayah, jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis waktunya, atau ada orang lain selain dirinya yang sama-sama memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid
d. sunah, apabila berijtihad terhadap permasalahan baru, baik ditanya maupun tidak.
e. haram, apabila berijtihad terhadap permasalahan yang sudah ditetapkan secara qathi’, sehingga hasil ijtihad bertentangan dengan hasil syara[4]
C. OBJEKIJTIHAD
Menurut imam al-ghazali,setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qathi’.Dari pendapatnya itu, diketahui ada permasalahan yang tidak bisa dijadikan objek ijtihad.Dengan demikian, syari’at islam dalam kaitannya dengan ijtihad terbagi dalam dua bagian:
1. Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad, yaitu hukum-hukum yang telah dimaklumi sebagai landasan pokok islam, yang berdasarkan pada dalil-dalil yang qathi’, seperti kewajiban melaksanakan sholat, puasa, zakat, haji, dan diharamkan melakukan zina, mencuri, dan lain-lain. Semua itu ditetapakan hukumnya didalam al-qur’an dan as-sunah.
Kewajiban shalat dan zakat berdasarkan firman allah swt.
(#qßJŠÏ%r&urno4qn=¢Á9$#(#qè?#uäurno4qx.¨9$#š
Artinya: ”dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat (QS, an-Nur, 56)”
2. syari’at yang bisa dijadikan lapangan ijtihad, yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat dzanni, baik maksudnya, petunjuknya, ataupun eksistensinya (tsubut), serta hukum-hukum yang belum ada nashnya dan ijma para ulama
Apabila ada nash yang yang berkeadaannya masih dzanni, maka yang menjadi lapangan ijtihad antara lain bagaiman maksud dari nash tersebut, maka yang menjadi lapangan ijtihad di antaranya adalah meneliti bagaimana sanadnya, derajat para perawinya, dan lain-lain.
Dan nash yang petunjuknya masih zhanni, maka yang menjadi lapangan ijtihad, antara lain bagaimana maksud dari nash tersebut, misalnya dengan memakai kaidah ‘am, khas, mutlaq muqayyad, dan lain-lain.
Sedangkan terhadap permasalahan yang tidak ada nashnya, maka yang menjadi lapangan ijtihad adalah dengan cara menggunakan kaidah-kaidah yang bersumber dari akal, seperti qiyas, istihsan, maslahah mursalah, dan lain-lain namun, permasalahan ini banyak diperdebatkan di kalangan para ulama[5].
D. PROFIL MUJTAHID
Jika membahas tentang mujtahid tidak terlepas dari pengertian ijtihad yang berasal dari pengertian ijtahadah yaitu bersungguh-sungguh rajin giat. Sedang apabila kita meneliti makna kata jahadah adalah mencurahkan segala kemampuan.
Terdapat profil mujtahid yang diantaranya itu terdapat empat imam yaitu :
·         IMAM MALIK
Lengkapnya Mālik ibn Anas bin Malik bin ‘Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas. Lahir di Madinah pada tahun 93 H (714 M). Dan wafat pada tahun 179 H ( 800M). Beliau adalah pakar dibidang fikih dan ilmu hadis, merupakan pendiri mazhab Maliki.Fikih yang beliau kembangkan bersandar pada penggunaan hadis dan kebiasaan penduduk madinah.
Kitab yang disusun oleh beliau adalah Al Muwaththa’. Memuat seratus ribu ( 100.000) hadis. Yang paling terkenal adalah yang diriwayatkan dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.Diantara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dll.
Diantara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qaththan, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qasim, Al Qa’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya Bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Zubairi, dan lain-lain.
·         IMAM ABU HANIFAH
Imam Ahlur Ra’yi. Karena penggunaan rasio yang bebas dalam Mazhabnya.Hadis yang digunakan diseleksi dengan ketat. Nama lengkap beliau adalah Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi, lahir di Kufah, Iraq pada 80 H (699 M), meninggal di Baghdad pada 148 H (767 M), merupakan pendiri Mazhab Hanafi.
Imam Abu Hanifah dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari tujuh pokok yaitu:
1. Al Kitab.                                         2. As Sunnah. 
3. Perkataan para Sahabat.                  4. Al Qiyas.
5. Al Istihsan                                       6.Ijma’ dan Uruf.
Imam Abu Hanifah adalah seorang Tabiin. Pernah bertemu dengan Anas bin Malik dan meriwayatkan hadis darinya. Beliau disebut sebagai tokoh pertama yang menuliskan kitab fikih.Diantara gurunya adalah Hammad bin Abu Sulaiman, Atha bin Abi Rabah, dan Nafi’ maula Ibnu Umar. Dan diantara muridnya adalah Abu Yusuf bin Ibrahim Al Anshari, Zufar bin Hujail bin Qais al Kufi, Muhammad bin Hasan bin farqad as Syaibani, Hasan bin Ziyad, dan lain-lain.
·         IMAM SYAFI’I
Muhammad bin Idris asy-Syafi`i, lahir di Gaza, Palestina, 150 H (767 M) dan wafat di Mesir pada 204 H ( 819 M ). Beliau adalah pendiri Mazhab Syafi’i yang moderat.Beliau adalah peletak dasar ilmu Ushul Fiqh.Mazhab Syafi’i memiliki dua (2) dasar yaitu, Qadim dan Jadid.
Dasar-dasar atau sumber hukum yang dipakai Imam Syafi’i dalam mengistinbat hukum adalah :
  • Al Kitab.
  • Sunnah Mutawatirah.
  • Al Ijma’.
  • Khabar Ahad.
  • Al Qiyas.
  • Al Istishab.
Beliau adalah salah seorang murid dari Imam Malik di Madinah dan murid dari Muslim bin khalid az Zanji di Makkah. Dan juga sempat menimba ilmu di Iraq dari murid Imam Abu Hanifah.Diantara kitab yang beliau tulis adalah Ar Risalah, Al Hujjah, dan Al Umm.
Diantara para muridnya adalah  Ahmad Bin Alhajjaj Al Marwazy, Ahmad Bin Kholid AlKhilal Al Baghdady, Ahmad Bin Sa’id Bin Basyir Al hamdzani, Ahmad Bin Sinan Al Qoththon, Ahmad Bin sholihAl Mishry abu Ja’far Aththobary, Ahmad Bin Asshobah Bin Abi Suraij Arroozy, Ahmad Bin abdullah Al Makky Al Muqry, dan lain-lain. 
·         IMAM AHMAD BIN HANBAL
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Beliau adalah pendiri Mazhab Hambali.Mengumpulkan sebanyak 40.000 hadis dalam kitab musnadnya.Dasar-dasar fatwa beliau terdapat dalam kitabnya I’laamul Muwaaqi’in.Adapun dasar-dasar mazhabnya dalam mengistinbatkan hukum adalah :
  • Nash Al Qur-an atau nash hadits.                  
  • Fatwa sebagian Sahabat.
  • Pendapat sebagian Sahabat.
  • Hadits Mursal atau Hadits Doif.
  • Qiyas.
Diantara para gurunya adalah Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad Al Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar as Sulami, Imam Syafi’i, dan lain-lain.Diantara murid beliau adalah Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Syafi’i, dan lain-lain[6].
E. SYARAT-SYARAT MUJTAHID
Di antara syarat-syarat ijtihad adalah :
1.      Menguasai Ilmu Bahasa Arab dari segi bahasa, nahwu, sarf, balaghah, Mantek dll.)dengan pemahaman di luar kepala, agar bisa membedakan lafad yang khash  dengan yang ‘am,yang haqiqat dengan yang majaz, yang mutasyabbih dengan yang muhkam dll.
2.      Mengetahui  nash-nash Al-Hadits, yakni menggetahui hukum syari’at  yang di datangkan oleh Al-Hadits yang mampu mengeluarkan (istimbat) hukum perbuatan orang mukallaf dari padanya. Disamping itu ia harus mengetahui keadaan perawinya, mana yang tsiqoh (terpercaya) hingga dapat di gunakan hujah khadits yang telah di nukil oleh dewan-dewan khadits.
3.      Mengetahui qiyas dari segi sayrat-saratnya ,rukun-rukunya, pembagianya, jalan menggetahui ilat dan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya. Karena hal ini merupakan sumber atau akal dari ijtihad .Dari sinilah fiqih yang harus di pakai dalam beberapa masalah fiqih.
4.      Mengetahui hal-ikhwal yang menjadi keapsahan suatu dalil seperti syarat, batasan sistematika dan tata urutannya.
5.      Mengetahui sumber-sumber terjadinya konsensus ulama (ijma’) sehingga seseorang tidak sampai berfatwa menyalahi ijma’ tersebut.(sebagaimana hal ini merupakan pendapat para ahli ushul fiqih).
6.      Mengerti tentang ‘nasikih dan mansukh dalam al-qur’an maupun al-sunnah  agar tidak sampai menghukum sesuatu dengan dalil mansukh yang telah di tinggalkan.
7.      Mengetahui kondisi perawi hadis dari segi kuat dan lemahnya, serta dapat membedakan hadis yang sahih dari yang da’if dan hadis yang maqbul  dari yang  mardud.
8.      Mengetahui maqashidus syari’ah tingkah laku dan adat kebiasaan manusia yang mengandung maslhat dan kemadharatan dan sanggup mengetahui ‘illat hukum serta biasa menganalogi peristiwa dengan peristiwa yang lain[7].

F. RUANG LINGKUP IJTIHAD
Ruang lingkup ijtihad ialah furu' dan dzhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-Qur'an dan Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil Dhoni atau ayat-ayat Al-qur'an dan hadis yang statusnya dhoni dan mengandung penafsiran serta hukum islam tentang sesuatu yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh Al-qur'an, hadist, maupan ijma' para ulama' serta yang dikenal dengan masail fiqhiah dan waqhiyah

BAB III
KESIMPULAN
a. Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal dari bahasa arab yaitu “Jahada” yang mempunyai arti mencurahkan segala kemampuan untuk mendapatkan sesuatu (yang sulit), dan dalam praktek agamanya berarti ijtihad di gunakan pada masalah yang sulit di cari hukum dalam syari.Ijtihad adalah mencurahkan segala tenaga (pikiran) untuk menemukan  hukum agama (syara’), melalui salah satu dalil syara’ dan dengan cara tertentu.
b. Dasar Hukum Ijtihad
              Menurut imam al-ghazali,setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qathi’.Dari pendapatnya itu, diketahui ada permasalahan yang tidak bisa dijadikan objek ijtihad.
c. Objek Ijtihad
Objek ijtihad ialah setiap peristiwa hukum yang sudah ada nash-nya yang bersifat zhanni, ataupun yang belum ada nash-nya sama sekali. Bagi peristiwa-peristiwa yang tidak ada ketentuan nash-nya, maka objek ijtihad dalam soal ini adalah meneliti hukumnya dengan jalan memakai qiyas atau istihsan, maslakhah mursalah dan dalil-dalil hukum lainnya. Hal ini berarti ijtihad lebih luas daripada qiyas, setiap ada qiyas tentu terdapat ijtihad, tetapi belum tentu setiap ada ijtihad terdapat qiyas.
d. Profil Mujtahid
IMAM MALIK
Lengkapnya Mālik ibn Anas bin Malik bin ‘Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas. Lahir di Madinah pada tahun 93 H (714 M). Dan wafat pada tahun 179 H ( 800M). Beliau adalah pakar dibidang fikih dan ilmu hadis, merupakan pendiri mazhab Maliki.Fikih yang beliau kembangkan bersandar pada penggunaan hadis dan kebiasaan penduduk madinah.
IMAM ABU HANIFAH
Imam Ahlur Ra’yi. Karena penggunaan rasio yang bebas dalam Mazhabnya.Hadis yang digunakan diseleksi dengan ketat. Nama lengkap beliau adalah Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi, lahir di Kufah, Iraq pada 80 H (699 M), meninggal di Baghdad pada 148 H (767 M), merupakan pendiri Mazhab Hanafi.
Imam Abu Hanifah dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari tujuh pokok yaitu:
1. Al Kitab.                                         2. As Sunnah. 
3. Perkataan para Sahabat.                  4. Al Qiyas.
5. Al Istihsan                                       6.Ijma’ dan Uruf.
IMAM SYAFI’I
Muhammad bin Idris asy-Syafi`i, lahir di Gaza, Palestina, 150 H (767 M) dan wafat di Mesir pada 204 H ( 819 M ). Beliau adalah pendiri Mazhab Syafi’i yang moderat.Beliau adalah peletak dasar ilmu Ushul Fiqh.Mazhab Syafi’i memiliki dua (2) dasar yaitu, Qadim dan Jadid.
Dasar-dasar atau sumber hukum yang dipakai Imam Syafi’i dalam mengistinbat hukum adalah :
  • Al Kitab.
  • Sunnah Mutawatirah.
  • Al Ijma’.
  • Khabar Ahad.
  • Al Qiyas.
  • Al Istishab. 
IMAM AHMAD BIN HANBAL
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Beliau adalah pendiri Mazhab Hambali.Mengumpulkan sebanyak 40.000 hadis dalam kitab musnadnya.Dasar-dasar fatwa beliau terdapat dalam kitabnya I’laamul Muwaaqi’in.Adapun dasar-dasar mazhabnya dalam mengistinbatkan hukum adalah :
  • Nash Al Qur-an atau nash hadits.                  
  • Fatwa sebagian Sahabat.
  • Pendapat sebagian Sahabat.
  • Hadits Mursal atau Hadits Doif.
  • Qiyas.
e. Ruang Lingkup Ijtihad
Ruang lingkup ijtihad ialah furu' dan dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-Qur'an dan Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil Dhoni atau ayat-ayat Al-qur'an dan hadis yang statusnya dhoni dan mengandung penafsiran serta hukum islam tentang sesuatu yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh Al-qur'an, hadist, maupan ijma' para ulama' serta yang dikenal dengan masail fiqhiah dan waqhiyah
f. Syarat Mujtahid
Di antara syarat-syarat ijtihad adalah :
1.      Menguasai Ilmu Bahasa Arab dari segi bahasa, nahwu, sarf, balaghah, Mantek dll.)dengan pemahaman di luar kepala dan faham denganayat yang mutasyabbih dengan yang muhkam dll.
2.       Mengetahui  nash-nash Al-Hadits, yakni menggetahui hukum syari’at  yang di datangkan oleh Al-Hadits yang mampu mengeluarkan (istimbat) hukum perbuatan orang mukallaf dari padanya.
3.      Mengetahui qiyas dari segi sayrat-saratnya ,rukun-rukunya, pembagianya, jalan menggetahui ilat dan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya.
4.      Mengetahui hal-ikhwal yang menjadi keapsahan suatu dalil seperti syarat, batasan sistematika dan tata urutannya.
5.      Mengetahui sumber-sumber terjadinya konsensus ulama (ijma’) sehingga seseorang tidak sampai berfatwa menyalahi ijma’ tersebut.(sebagaimana hal ini merupakan pendapat para ahli ushul fiqih).
6.      Mengerti tentang ‘nasikih dan mansukh dalam al-qur’an maupun al-sunnah  agar tidak sampai menghukum sesuatu dengan dalil mansukh yang telah di tinggalkan.
7.      Mengetahui kondisi perawi hadis dari segi kuat dan lemahnya, serta dapat membedakan hadis yang sahih dari yang da’if dan hadis yang maqbul  dari yang  mardud.
8.      Mengetahui maqashidus syari’ah tingkah laku dan adat kebiasaan manusia yang mengandung maslhat dan kemadharatan dan sanggup mengetahui ‘illat hukum serta biasa menganalogi peristiwa dengan peristiwa yang lain.




[1] MKD IAIN sunan ampel Surabaya, pengantar studi islam(IAIN sunan ampel press), 48
[2] Prof, DR, Rachmat syafei, MA, ilmu ushul fiqih(PUSTAKA SETIA Bandung), 102 - 103
[3] Ibid, 104
[4] Ibid, 107
[5] Ibid, 106
[6]http://kacepigebe.wordpress.com/2011/06/06/sejarah-singkat-4-imam-mazhab/
[7] Ibid, 105

Silahkan Download Disini:

2 komentar :

  1. bagus,,, sya suka baca tentang masalah ushul,,, makasih gan (http://s-hukum.blogspot.com/)

    BalasHapus