Senin, 11 November 2013


Aku tak bisa jauh dari kasih sayangmu
(1)
Malam itu aku termenung sendiri
Diranjang kamar sebelah
Berfikir untuk hidup berjauhan darimu
Hati dan fikiran gelisah saat itu
            Malam semakin larut
            Begitupun hatiku larut dalam kesedihan
            Dalam hati berkata
            Apa aku harus ikuti kemauanku atau ayahku?
Kegundahan semakin membuatku tak bisa tidur
Hingga tiba dimana aku harus pergi darimu
Menjadi burung di dalam sangkar suci[1]
Yang tidak akan pernah bertemu denganmu
Kecuali dilepas oleh pemilik sangkarnya
            Hari pertama aku di sana
            Masih bisa menahan rasa rindu
            Karena dirimu masih di sampingku
            Menemani dengan sedikit waktumu
Tibalah ketika kamu pergi meninggalkanku
Sendirian tanpa ada orang yang aku kenal
Ratusan orang dari tempat yang berbeda
Melihat perpisahanku denganmu
            Meskipun aku tak mengeluarkan tetesan air mata
            Dalam perpisahan itu
            Namun hati kala itu meneteskan air
            Ibaratkan mata yang meneteskannya
Hari dan malampun mulai berlalu
Isak tangis menemani malamku
Fikiranku terbang berada di dekatmu
Seperti biasanya terbayang ketika dimanja olehmu
(2)     
Tanya orang kamu bahagia
Kupalingkan wajah asliku
Tangisan tetap mengalir
Meski tak tampak oleh mata
Matahari tampakkan senyumannya padaku
Mentertawakan dalam kesedihanku
Suara ayam tertawa ria pula
Sambut kebersamaan baginya
Hari bertemu hari
Minggu bertemu minggu
Bulan bertemu bulan[2]
Berjalan menghampiriku
Pergi dan pergi lagi
Entah kapan kamu akan kekmbali
Membagi suka duka bersama
Ternyata aku lemah saat kau pergi lagi
Ku berusaha menahan air mata
Tanpa terasa pipiku basah karenanya
Kuberdoa untuk keselamatamu
Dan berdoa untuk kesuksesanmu
Dalam hati yang bekabung rindu
Teringat ketika disapah dan dipapah
Memberi nasihat sukses untukku
Menajadi orang berguna bagi keluargaku
Sajak hidupku selalu dalam kesepian
Alunan musik sendu bersuara lirih
Kekosongan hati tanpa pelipur lara
Bak tersayat-sayat merindu
(3)
Pengaduan piluh silih berganti
Tak kuasa menahan serangan kata
Penghinaan demi penghinaan terlontar
Tertancap pedasnya kata dalam hati
            Luka mendalam sukar terobati
            Maafpun tak bisa melerai
            Janji pembalasan terucap
            Andai dia jadi sepertiku
Suarapun semakin lama semakin lemah
Iringan tangisan sendu terisak-isak
Tetesan air mata tak terbendung
Hati tertampar pilu
           
Tersembunyikan kekusutan wajahnya
Mengisyaratkan hatiku harus tabah
Korbankan perasaan untukku
Demi terlihat aku bahagia
Begitu besar pengharapanmu padaku[3]
Meskipun kau tak tau takdirku
Orang besar tau kecil diriku
Sampai takdir itu tiba untukku
Sebentarnya rasa kangenku
Tak membuat hati terobati rindu
Jauhmu kembali dariku
Kerinduan menyelimutiku lagi
Raga tak mampu bekerja[4]
Hiraukan panggilan kewajiban[5]
Sembari hati mulai gelisah
Tak tau apa yang harus kuperbuat
            Begitu lama hari-hariku seperti ini
            Tak ubahnya diriku dalam kesedihanku
            Selalu kesedihan menemani
            Sulit perubahan untukku
(4)
Oh ibu………
Aku rindu akan kasih sayangmu
Sinar binarmu mengantarkan aku ke depan pintu gerbang
Lambaian tanganmu mengucapkan selamat
Semoga kau sukses anakku tercinta
Oh ibu…………
Aku kangen akan dekapan hangatmu
Di sini aku hidup sebatangkara
Terdampar di negeri seberang
Melaksanakan titah suci-Nya
Oh ibu……….
Sungguh aku merindukan kasih sayangmu
Berbinar-binar air jatuh menetesi pipiku
Tak terhalang bak air hujan turun dari langit-Nya
Ibu………..
Tunggulah aku di tempat perpisahan
Aku akan datang membawa sekarung cita-citamu
Yang aku dapat dari deraian air mata do’amu disetiap pengaduanmu pada-Nya
Setiap kali akau datang
Setiap kali pula engkau menangis
Dan setiap aku pergi
Selalu dihantarkan dengan tangisanmu
Hidup lama dalam sangkar suci
Sulit melihat di luar diri
Sulit menjangkau dirinya
Hanya kedatanganmu selalu kutunggu
Begitulah hati terobati
Rinduku terobati dengan detik saja
Tak bisa menjangkaunya
Komunikasi terputus begitu saja
Garngnya peraturan untukku
            Inilah sebenarnya yang kurasakan
            Tahunan yang kulalui tanpanya
            Hingga aku dibebaskan
            Selalu disampingmu dan mengabdi padamu          
                       


           





[1]Kehidupan dimana tidak ada kebebasan untuk melakukan sesuatu, karena terikat oleh peraturan dan dengan kegiatan yang penuh, sehingga kadang-kadang  membuat orang tidak pernah untuk tinggal di sana. Itu adalah pondok pesantren
[2] Waktu di mana orang tua datang berkunjung, biasanya tiap akhir bulan.
[3] Pada saat itu ortuku memberi pesan nasehat agar aku menjadi anak yang berguna bagi mereka utamanya dan bagi bangsa ini
[4]Tidak dapat melakukan pekerjaan apapun, hanya tidur dan merenung saat itu
[5]Biasnya kunjungan itu berakhir stelah orang tuaku selesai dhuhur, dan setelah itu aku harus sekolah sorenya (informal atau kajian kitab kuning)

Cinta, responlah
1
Inilah kisahku…….
Hidup dalam kesendirian
Tanpa ada yang memperhatikan
Tanpa ada yang menyayangi
          Kadang hati merasa iri
          Melihat teman berpasangan
          Bisa malam mingguan
          Sedang diriku sendirian
Aku selalu berdo’a
Dalam sujudku kumeminta
Berikan kekasih dalm hidupku
Mencintai dengan segenap rasa
          Hari-hari kulalui dengan pengharapan
Harapan yang tidak mungkin terjadi
Itulah sindirin teman untukku
Memang nasib selalu mempermaikanku
Aku berkaca sambil mengacak pinggang
Memandangi diriku sendiri
Timbul pertanyaan dalam benakku
Apa aku pantas mempunyai kekasih?
          Rasanya tak mungkin
          Begitulah hati pesimis diri
          Dengan tampang yang mungkin pas-pasan
          Kekecewaanku terhadap diriku
Hidupku kuhabiskan sendirian
Enam tahun lamanya
Dalam sangkar suci ini
Dengan rasa frustasi
2
          Ini kisahku…….
          Hidup dalam kesendirian
          Tanpa ada yang memperhatikan
          Tanpa ada yang menyayangi
Saat ku keluar dari kelas
Kulihat sosok wanita yang elok
Begitu anggun penampilannya
Melipan bendera diterik matahari
          Kuhampiri dengan kepura-puraanku
Kulihat dengan jarak yang cukup dekat
Hati berkata “apa ini jawaban dari do’aku”
Begitulah hati riangnya
Girangnya hati kala itu
Tebar bahagia dalam kelas
Bertanya-tanya siapa dia
Dan dari mana dia
          Saat bel pulang berbunyi
          Berjalan ditengah hijaunya sawah
Melirik kaku dalam pencarian
Di mana wanita itu
Esok hari tiba
Setelah malam aku terpikir olehnya
Aku bergegas pergi ke sekolah
Tanpa sadar aku salipan dengannya
          Hati kecewa dengan kealimanku
          Membiarkan wanita itu tanpa sapa
Ku menunggu ditempat biasa dia lewat
Memenuhi amanat dari guru
Kalu jodoh tidak akan kemana
Dia berjalan dari arah berlawanan
Kusapa dengan kata “ehem”
Jawab dia tersenyum melihatku
          Aku berpikir ……
          Apa ini tanda kalau itu koneksi
          Kutunggu dia keluar dari ruangan
          Kusapa dengan “dari mana”
          Hanya senymuan manis terlihat
3
Inilah kisahku………
Hidup dalam kesendirian
Tanpa ada yang memperhatikan
Tanpa ada yang menyayangi
          Hari begitu cepat berlalu
Siang berganti malam
Kubuatkan puisi cinta
          Dengan anggapan dia akan menerimaku
Dengan romantisnya aku berkata
Mengeluarkan semua isi hatiku
Menyanjung dengan seribu sanjungan
Berharap dia bahagian dengan ini
          Matahari sapa pagiku dengan senyuman
          Ku bergegas bersiap-siap
Dengan rasa percaya diriku
          Dia akan menerimaku
Kutuliskan di depan surat itu
“dari yang memujamu”
Manisnya kata itu, bagiku
          Kutunggu ditempat biasa
          Dengan rasa gugup bercampur percaya diri
          Dia datang bergandeng ria
          Dan kuberikan kertas puith padanya
4
 Inilah kisahku………
Hidup dalam kesendirian
Tanpa ada yang memperhatikan
Tanpa ada yang menyayangi
          Tiga hari berlalu
          Menunggu balasan cinta
          Antara diterima atau tidak
          Dag-dig-dug hati tak tenang
Fajar menyingsing perlahannya
Hati tak sabar bertemunya
Terucap kata di bibir
Saatnya aku bahagia
          Matahari cerahkan sinarnya
          Secerah hati yang gembira
          Kuhampiri dikau sekian kalinya
          Lagi-lagi tak ada respon untukku
Terbesit dalam hati yang lelah
Menunggu ketidak pastian
Sayap-sayap patah ala Khalil Gibran
Menjadi cermunan hati ini