Kamis, 28 November 2013

INDIVIDUALITAS DI ATAS SOLIDARITAS


inilah dunia kami.......
tanpa solusi tanpa peduli
satu patah katapun tidak terucap
memberi semangat tuk terus melaju
merintis hidup yang lebih baik
masa depan akan lebih cerah
inilah dunia kami.....
berdiri dengan sendirinya
tidak pernah bergantung pada orang lain
sifat egoisme harap maklum
terpojok barulah tau
hidup itu saling membutuhkan
inilah dunia kami.....
tak terbesitpun ingin menjaga
menolong dan juga membantu
maklumkanlah jiwa individualitas,
berdiri di atas jiwa solidaritas
inilah dunia kami....
sungguhlah merasa sempurnanya kehidupannya
berbanding terbalik denganku tanpanya
4 jempol untuk mereka
hidup dengan kemandiriannya

Selasa, 26 November 2013


Cerita malam sabtu Surabaya-Situbondo
            Malam kian larut, keheningan dan suara jangkrik yang menghiasi. Kini kami sedang menunggu awal daripada malam sabtu. Di dalam tersebut terdapat rencana mulia kami, yakni mengunjungi temen se kos yang kecelakaan. Sebanrnya temen yang hendak kami kunjungi adalah teman akrab saya. Berhubung dia temen akarab dan juga sedikit banyak juga kenal dengan teman-trmanku.
            Perjalanan yang hendak kami lakukan adalah sudah terencana mulai dari hari-hari kemarinnya. Di mana kami akan berangkat pada awal malam sabtu. Hehheheh. Sambil menunggu pergantian malam saya dan afis melakukan kegiatan rutinitas teman-teman yaitu mai PS (Play Station) dan teman kami yang lain dengan cara bermain futsal yakni rendi serta darus menunggu di kamar kos dengan ditemani secangkir kopi jahe. Mantap dan lengkap lah kaegiatan sebelum berangkat.
            Dengan asyiknya memainkan stick, tak terasa jam sudah menunjukan 12.15. sebetulnya temanku  “Afis” sapaannya sudah dari tadi melelapkan dirinya agar nantinya diperjalanan tidak terlalu capek dan ngantuk. Dengan begulirnya waktu yang begitu cepatnya, segeralah saya membangunkan Afis  dan segera menjemput Darus. Karena sepedanya mengalami kerusakan sedikit hingga dia minta untuk dijemput ke kosannya. Dan akupun dan Afis menjemputnya. Sebelum akau dan Afis menjemput terlebih dahulu kami SMS dia kalau kita sedah meluncur ke kosannya. Sedikit lama sih nunggunya di sana. Karena Darus masih baru salin.
            Eiiitt. Tak lupa juga dengan persiapan teman yang lain yakni Rendi dan Fairus. Mereka juga bergegas untuk shalat isyak dulu. Maklum kami sering molor kalau masalah shalat alias menunda-nunda. Heheheh. Rendi dan Fairus berangkat terlebih dahulu ke kosku di daerah Pabrik Kulit. Dalam perjalanan menjemput darus aku teringat kalau kunci kamar kosku ada di aku. Dan setelah Darus kami dapati, langsung meluncur ke kos. Dan sampainya di kos Rendi sudah memjamkan matanya kecuali Fairus. Mungkin kelelahan karena baru selesaia main futsal dengan Lutfi.
            Persiapan sudah selsesai dan jam sudah menunjukkan pukul 01.20. Ini sudah luput dari perjanjian awal. Tujuanku berangkat jam 2-an agar nanti kalau sudah nyampek di rumah itu pas pagi harinya. Karena delman yang ada hanya di pagi hari sedangkan siang sudah pada pulang kusirnya beristirahat.
            Kami diselain membawa barang masing-masing juga membawa barang-barangnya Bahrudin yang hendak dibawa pulang. Bersama kami menuruni tangga kos sampai ke jalan kecil sebelah timurnya kos. Di jalan sudah mulai terlihat sepi dan sunyi, hanya saja warkop mat belum tutup. Kuinjakkan pedal stater bawah, dengan perlahannya saya melintasi Jl. Ahmad Yani, karena Fairus yang kubonceng tidak membawa helm. Takutnya sih ada operasian malam. Malam itu terasa dingin dan sangat menusuh dada. Tapi kami tetap melaju dengan kecepatan 60 km/jam. Dan sampai di Bungurasih jam 01.35. dan langsung memarkir sepeda.
            Kini saatnya kami mencari bis yang arahnya menuju Probolinggo. Beruntung malam itu kami dapati bis Akas yang ber-AC, itu sih sesuai rencana. 5 menit bis parkr dan langsung tolak ke Probolinggo. Ditengah perjalanan yang sdikit sunyi, maklum bis ekonomi masih ada yang berkeliaran, sudah sampai di tol waru, saatnya kondektur mengambil karcis. Setelah selesai membayar karcis, karena mata kami masih dalam keadaan ngantuk semua teman-teman menyandarkan kepalanya kekursi yang mereka duduki.
Eiiit sebelumnya ada yang lupa. Karena tujuan kami ke Situbondo untuk membesuk teman yang sedang sakit, bersama teman-teman merencanakan membawa oleh-oleh. Oleh salah satu temen kami yakni Rendi dibelikan 2 kg jeruk seharga Rp 17.000 /kg. dalam bis oleh saudara Afis ditaruh di atas di mana barang-barang bawaan biasanya di taruh. Sesampainya terminal Banyuangga kira-kira adzan subuh kurang 5 menit, kami oleh bis diturunkan dalam keadaan masih ngantuk. Karena bisnya terburu-buru dan tidak diturunkan pas depannya terminal, malah diturunkan di pintu keluar bis. Ya seperti yang saya bilang tadi, teman-teman masih ngantuk dan terburu-buru turun sehingga oleh-oleh yang mau diberikan ke Bahrudin tertinggal di bis. Pada saat turun, kami merasa kecewa karena oleh-olehnya ketinggaln di bis. Dan temean-teman merasa kebingungan, sekala itu terbesit dalam benakku untuk memberi usulan “ trnang saja nanti kita jangan ambil bis langsung turun Bungantan , mending turun dibesuki. Karena pagi-pagi sekali took buah sudah pada buka lagian uangnya Adif yang mau disumbangkan ke bahrud masih ada Rp 20.000.
 Dalam penungguannya di terminal Banyuangga sekitar 3 jam yakni mulai subuh hingga matahari sambut dengan senyumannya. Dari mushalla perlahan kami langkahkan kaki meski badan ini tersapu angin spoi-spoi terminal. Bis yang kami tumpangi arah Probolinggo-Situbondo yaitu AKAS tanpa AC. Karena tubuh ini masih kedinginan makanya kita memilihnya dan lagi kalau menunggu bis yang ber-AC bisa-bisa berangkatnya kesiangan. Kupilih tempat duduk paling belakang bersama Afis, itu sih kebiasaanku kalau bisnya tanpa AC. Karena dekat pintu belakang anginnya sangat kencang dan Fairus, Rendi dan Darus memilih tempat duduk ditengah.
Toeng….bunyi klakson dari bis, tanda mau berangkat. Afis yang baru pertama kali merasakan bis umum merasa hatinya gembira dan menganggap pengalamannya itu sangat memberi kesan padanya”ceritanya padaku”, dilihatnya samping kanan-kiri dan didapatinya pemandangan pagi yang indah dengan hiasan hijaunya sawah Probolinggo. Maklumlah daerah Probolinggo saat itu hujan sering turun hingga pepohonan maupun tanaman di sawah menghijau muda. Hehehheh.
Perjalanan dari Probolinggo-Besuki diperkirakan 1 jam setengah. Soalnya sedikit jauh sih. Afis yang duduk disampingku sudah tidak terdengar suara kekagumannya terhadap pemandangan alam Probolinggo dan kulihat ternyata dia sudah tertidur dengan lelapnya serta kulihat teman-teman yang duduk ditengah sudah memejamkan matanya juga.
Perjalanan sudah sampai pertengahan, karena angin yang spoi-spoi itu menerpaku membyat mataku ikut mengantuk juga. Aku sengaja tidak menahannya karena takut nanti dirumah mataku ingin terus tertutup dan menjaga badan ini agar tetap fit. Heheheh. Sebelum mata ini tetutup perlahannya, penumpang saling berdesakan hingga membuat kenyamanan aku terganggu. Itu sih tidak menghalangiku untuk memejamkan  mataku.
Perjalanan sudah hamper ketujuan yaitu Besuki, kami sudah sama-sama terbangun karena takut kebablasan atau turunnya lewati Besuki. Bis sudah sampai di alun-alun, terlihat Fairus dengan menggendong barang bawaannya ingin turun, maka aku memberi kode untuk tidak turun sekarang. Karena kalau turun di alun-alun, perjalanan ke terminal sedikit jauh dan kalau dijalani bisa mengucurkan keringat yang cukup deras. Untungnya sih akau memberi isyarat untuk tidak turun ketika di alun-alun Besuki dan akhirnya kami turun diterminal.
 Tujuan kami turun di Besuki adalah untuk membeli buah-buahan guna oleh-oleh untuk teman kami Bahrudin yang mengalami kecelakaan di daerah japanan. Di mana sekarang teman kami tak dirawat dirumah sakit pertama dia dirawat, melainkan dia dirawat dirumahnya. Lukanya sih parah banget dan memungkinkan perawatan yang ia jalani kira-kira 5 bulananlah. Begitu lamanya. Emang sih, karena teman kami mengalami patah tulang akibat dilindas truk kontener. Dan akhirnya akau, Afis dan Darus yang berbelanja. Kami dapati buah Apel 2 kg dan salak 2 kg juga. Di mana buah salak secara pribadi dibelikan oleh Afis sedangkan buah apel itu merupakan sumbangan dari saudara Adif yang kebetulan tidak ikut saat itu. Harga apelnya adalah 17 /kg-nya. Aku membutuhkan 2 kg sebagai oleh-oleh, lalu saya tawar 2 kg seharga Rp 30.000, awalnya sih gak mau. Tapi setelah kubilang bahwa buah apel yang hendak kubeli itu untu membesuk orang yang sakit, lalu sama pedanganya di berikan dengan harga Rp 30.000.
Setelah selesai berbelanja, kami langsung menunggu bis di luar terminal. Karena kalau pagi-pagi sekali bis tidak parker. Sekitar 5 menit terlihat bis Restu dari arah barat. Dan ternyata di dalamnya belum ada penumpang sama sekali. Menurut kami sih beruntung, karena tidak akan terjadi desak-desakan nantinya. Langsung kami naik ke bis dan tidak terlalu lama parkis bis pun berangkat. Arah Besuki-bungatan saya kasih karcis Rp 15.000 untuk 5 orang.





Bersambung dulu each,,,,,,,,,,,,,,,,!!!

Selasa, 19 November 2013


Cerita 19 november 2013
Perjalanan hidup ini baru aku mulai, dari malam yang sunyi hingga menghirup udara segar di pagi hari. Dengan hati yang riang untuk mengawali perjalanan hari ini, meski cuaca tak seriang hati. Perlahan kulangkahkan kaki menuruni tangga kos, mengambil sepeda dan kuinjakkan pedal starter bawah, maklum lah sepeda ini merupakan sepeda perjuangan yang biasa temanku menumpuhkan perjalanan hidupnya. Temenku ini berasal dari daerah yang dimanpun daerah itu pasti dihuni oleh kebangsaan mereka. Kalau saya sebut adalah pulau Madura, tempatnya orang yang sering menjajah daerah orang lain.
Jam sudah menunjukkan 7.40, biasanya dosengku itu datang jam 08.00. sesampainya di kampus, dengan pintu kelasa terbuka dalam benakku berfikir, pasti dosenku belum datang. Aku berjalan perlahan-lahan menuju kelas dan ternyata dosen sudah mengabsen. Dalam absenan itu namaku belum disebut. Dalam hati aku berkata “beruntung aku belum telat”., ini sih persepsiku. Dibilang belum telat kalau belum diabsen.
Dengan duduk manis di bangku paling pinggir tapi masih terbilng paling depan. Dan tempat seperti itu disegani oleh teman-teman sekelas. Tapi aku santai saja dengan penuh keyakinan hidupku harus berubaha sekarang. Karena dalam kelas ini hanya aku yang tergolong orang terbelakang alias sedikit bodoh sih. Dengan semangat pagi masih dikandung badan aku memperhatikan penjelasan dari teman-teman  yang sedang presentasi. Diskusi kali ini berjudul musyarakah. Dalam penjelasan tersebut yang akau tangkap sih kalau musyarakah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih, di mana semua orang sama-sama memberi konstribusi dana dan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan.
Kuliah jam pertama hanya 1 jam setengah lamanya. Hampir perkuliah jam pertama selesai, pak dosen memberikan semngat bagaimana membuat karya yang bagus tanpa me move dari beberapa sumber yang telah disediakan oleh perkembangan teknologi saat ini. Motivasi ini sangat penting dan harus resepi sekaligus mempraktikkannya dalam membuat karya-karya ilmiah. “kalau kalian sekarang sudah males membuat karya dengan penuangan ide kalia, maka nanti saat tugas akhir klain akan terasa betapa bodohnya kalian” tegasnya. Pernyataan seperti itulah yang harus ditanamkan dalam-dalam-dalam benak kita.
Mata kuliah sudah selesai, kami bersama-sama temen cowok langsung keparkiran untuk berunding berangkat futsal di Graha Pena, apa memakai sepeda atau jalan kaki. Dalam rundingan tersebut didapati kesepakatan untuk jalan kaki. Sebelum berangkat kami masih nonton Rektor Cup di lapangan. Karena jam masih menunnjukan jam 09.00, di mana futsal dimulai jam 10.00-11.00. sekitar jam 09.15 kami berangkat menuju Graha Pena. Tak terasa lama perjalanan kami setengah jam. Karena dalam perjalanan masih bercanda tawa hingga sampek di Graha Pena jam 09.45 masih 15 menit lagi kami akan main.  15 menit kami gunakan untuk pemanasan.
 Sudah saatnya untuk masuk lapangan, kami bersama teman-teman menggulirkan bola tanpa arah alias salbut (bahasa maduranya). Tapi permainan yang kami tunjukkan merupakan penikmatan dari permainanan muamalah A unyu-unyu. Ditengah-tengah permainan akau sendiri mengalami sedikit cedera akaibat benturan dengan ia yang memakai sepatu sedangkan aku tidak. Kira-kira sih sudah tinggal 15 menit lagi permainan akan usai. Meskipun demikian cederaku tidak menghalangiku untutuk terus menggulirkan bola yang semakin tanpa terarah. Permainan yang salbut ini sampai bel waktu habis berbunyi.
Semua temen-temen meninggalkan lapangan dengan bermandikan keringat semangat. Kami beristirahat sejenak untuk menghilangkat penat sebelum balik kekampus. Dalam istirahat, aku dengan temen-temen saling melontarkan guyonan mengenai permainan tadi. Disela-sela guyonan itu salah satu kosma Muamalah yang ikut serta, meskipun hanya sebagai penonton. Maklumlah kosmanya cewek, jadi tidak ikut deh. Dia berkata “reg nanti jam siji ada kuliah umum nak aundit” dengan nada sedikit bingung. Bingungnya karena pada jam 02.00 kami ada mata kuliah Hukum Adat yang diampuh oleh bu Sri Wajiyati, M.H. yang sekaligus menjabat sebagai wakil dekan III Fakultas Syariah. Setelah mendengar perkataan kosma yang demikian, kami yang masih dalam suasana capek, lemas dan tak lupa males maelakukan apapun,  secara spontan bilang “wes liburkan ae, awak dewe sek tas mari main futsal, awak’e pegel kabeh, durung adus pisan”.
Rasa penat hilang, kami balik menuju kampus. Dengan perjalanan yang diiringi rintikan hujan, tak begitu besar sih. Matahari sinarnya redup karena tertutup oleh awan hujan. Dengan perasaan yang lesuh bersama temen-temen menelusuri jalan yang beraspal dan juga batako masih saja bisa bercanda ria. Itulah kami Muamalah A unyu-unyu, “katanya sih”. Yang semula lewat jembatan layang (berangkatnya), karena lesuh, maka lewat bawahnya jembatan layang alias melanggar peraturan lalu lintas. Heheheheh. Sampainya dikampus, bergegas mengambil sepeda di parkiran gedung tua Fakultas Syariah yang kini rata degan tanah. Maklum mau alih status ke UIN, bangunan tua dirobohkan mau diganti dengan yang lebih excellent.  Sebelum menghidupkan sepeda salah satu dari temn berkata “ nak endi reg, kos salim apa kos ian?” akhirnya diputuskan Adif, Fairus dan Ulum di kos aku.
Dalam perjalanan ke kosku, kami berunding mau beli nasi. Karena sebelum bermain futsal, parut kami dalam keadaan kosong. Maka aAdif dan Ulum yang berangkat untuk beli nasi, akau dan Fairus menunggu di kos. Tak lama kemudian Adif dan fairus datang dengan membawa nasi 4 bungkus, 2 bungkus es buto ijo dan sebungkus es degan. “Uwenak iki reg, mangan panas-panas dengan ngumbe es dengan ambe buto ijo apalagi langit mendung ngene”. Celoteh kami. Ulum bilang. Tapi sayang gak lengkap, coba ada gorengannya, tambah mantap ini. Selesai makan  aku langsung mengupas manga mateng yang di bawa Fairus dari rumahnya dan aku campurkan dengan es buto ijo, katanya sih tambah enak dan akhirnya akau campurkan ke es buto ijonya dan dicobanya oleh ulum, ternyata bener-bner enak coy…
Perut kenyang dan lesuh masih tersisa, kami hilangkan dengan tidur-tiduran sambil bercanda ria, bicara ke barat ke timur isinya “membatin saja” istilah baru dalam Muamalah A unyu-unyu. Ditengah canda tawa, datang temn kami yang biasanya nongkrong bersama yaitu Ahmad Sahrandi. Dan dia juga ikut dalam pembicaraan pembatinan. Hehehhe. Tanpa terasa jam sudah menunjukkan 03.50 dan kami bersiap-siap ke kampus. Karena jam 04.10 ada mata kuliah akuntasi. Yang semula kami datang ke kos bersama-sama, namun berangkat kekampus harus meninggalkan salah satu temn kami, karena terbaring di kos, “katanya sih sakit”. Ya sudah kami tinggalkan dia beristirahat sejenak dan kami berangkat ke kampus.
Kami masuk ruangan, di mana di dalam hanya segilintir mahasiswa. Katanya sih banyak yang izin. Lagian kuliahnya hampir maghrib, gerimis lagi. Ea jadinya temen-temen banyak yang gak masuk. Hanya mahsiswa yang masih punya semangat menatap masa depan memberanikan diri untuk kuliah dengan suasana dan cuaca yang demikian. Adzan dikumandangkan dan kelas juga berakhir. Akhirnya kami menuju rumah dan kos masing-masing. Dan aku diantarkan Rendi ke kos disambut oleh Fairus dalam keadaan berbaring.
Teringat janji kemaren bahwa akau minta tolong ke Fairus untuk di antarkan ke Marina mau beli Hp. Namun dengan keadaan Fairus yang demikian rasanya aku tidak tega untuk minta diantarkan. Akahirnya aku nelpon darus untuk minta diantarkan Ke Plaza Marina dan drusnya sanggup untuk mengantarkanku. Sekitar jam 07-an kami berangkat ke Marina. Di Marina kami langsung menuju stand tempat temannya Darus berjaga. Kami saling tawar menawar hp dengan penjaga stand, namun dalam tawar menawr tersebut tidak didapatkan kepuasan/kecocokan mengenai harganya. Akhirnya kami pindah ke stand yang lebih ramai pembelinya yaitu di stand hp Samsung dijual. Dan disitu pula kami dapatkan hp dengan harga yang pas dengan keinginanku. Tentunya lebih murah dari stand yang pertama tadi.
Jam sudah menunjukan 09.25 sudah waktunya marina untuk tutup, kami masih mencari-cari kartu perdana simpati. Namun yang kita jumpai harganya tidak sesuai keinginan kisaran 50 rb- 1 jt. Buatku sih apa gunanya kartu mahal toh ini juga bukan kebutuhanku saat ini. Yang kubutuhkan hanya untuk komunikasi  saja dengan keluarga. Dan akhrinya kita pulang dan mencari kartu perdananya di konter-konter dekat kos. Kebetulan kami langsung ketemu di konter utaranya masjid an-Nur seharga 4 rb. Dan kami langsung menuju kos. Sebelum sampek dikos saya masih membeli susu anget titipan dari Fairus.
Sampai di kos, aku langsung membongkar hp dan memasukkan kartu simpati yang telah kami beli tadi. Awalnya sih akau masih kaku dengan hp Samsung karena akau terbiasa dengan hp Nokia. Jadi aku minta tolong ke Darus untuk diajari. Karena akau bukan oaring yang terlalu GAPTEK, aku cepat untuk memahami. Hanyada dalam 1 menit aku dapat mengoperasikan hp Samsung. Heheheheh. Karena mata mulai tidak kuat lagi untuk terus menatap, aku tidur-tiduran dan akhirnya tidur bneran deh. Heheheheh 

Senin, 11 November 2013


Aku tak bisa jauh dari kasih sayangmu
(1)
Malam itu aku termenung sendiri
Diranjang kamar sebelah
Berfikir untuk hidup berjauhan darimu
Hati dan fikiran gelisah saat itu
            Malam semakin larut
            Begitupun hatiku larut dalam kesedihan
            Dalam hati berkata
            Apa aku harus ikuti kemauanku atau ayahku?
Kegundahan semakin membuatku tak bisa tidur
Hingga tiba dimana aku harus pergi darimu
Menjadi burung di dalam sangkar suci[1]
Yang tidak akan pernah bertemu denganmu
Kecuali dilepas oleh pemilik sangkarnya
            Hari pertama aku di sana
            Masih bisa menahan rasa rindu
            Karena dirimu masih di sampingku
            Menemani dengan sedikit waktumu
Tibalah ketika kamu pergi meninggalkanku
Sendirian tanpa ada orang yang aku kenal
Ratusan orang dari tempat yang berbeda
Melihat perpisahanku denganmu
            Meskipun aku tak mengeluarkan tetesan air mata
            Dalam perpisahan itu
            Namun hati kala itu meneteskan air
            Ibaratkan mata yang meneteskannya
Hari dan malampun mulai berlalu
Isak tangis menemani malamku
Fikiranku terbang berada di dekatmu
Seperti biasanya terbayang ketika dimanja olehmu
(2)     
Tanya orang kamu bahagia
Kupalingkan wajah asliku
Tangisan tetap mengalir
Meski tak tampak oleh mata
Matahari tampakkan senyumannya padaku
Mentertawakan dalam kesedihanku
Suara ayam tertawa ria pula
Sambut kebersamaan baginya
Hari bertemu hari
Minggu bertemu minggu
Bulan bertemu bulan[2]
Berjalan menghampiriku
Pergi dan pergi lagi
Entah kapan kamu akan kekmbali
Membagi suka duka bersama
Ternyata aku lemah saat kau pergi lagi
Ku berusaha menahan air mata
Tanpa terasa pipiku basah karenanya
Kuberdoa untuk keselamatamu
Dan berdoa untuk kesuksesanmu
Dalam hati yang bekabung rindu
Teringat ketika disapah dan dipapah
Memberi nasihat sukses untukku
Menajadi orang berguna bagi keluargaku
Sajak hidupku selalu dalam kesepian
Alunan musik sendu bersuara lirih
Kekosongan hati tanpa pelipur lara
Bak tersayat-sayat merindu
(3)
Pengaduan piluh silih berganti
Tak kuasa menahan serangan kata
Penghinaan demi penghinaan terlontar
Tertancap pedasnya kata dalam hati
            Luka mendalam sukar terobati
            Maafpun tak bisa melerai
            Janji pembalasan terucap
            Andai dia jadi sepertiku
Suarapun semakin lama semakin lemah
Iringan tangisan sendu terisak-isak
Tetesan air mata tak terbendung
Hati tertampar pilu
           
Tersembunyikan kekusutan wajahnya
Mengisyaratkan hatiku harus tabah
Korbankan perasaan untukku
Demi terlihat aku bahagia
Begitu besar pengharapanmu padaku[3]
Meskipun kau tak tau takdirku
Orang besar tau kecil diriku
Sampai takdir itu tiba untukku
Sebentarnya rasa kangenku
Tak membuat hati terobati rindu
Jauhmu kembali dariku
Kerinduan menyelimutiku lagi
Raga tak mampu bekerja[4]
Hiraukan panggilan kewajiban[5]
Sembari hati mulai gelisah
Tak tau apa yang harus kuperbuat
            Begitu lama hari-hariku seperti ini
            Tak ubahnya diriku dalam kesedihanku
            Selalu kesedihan menemani
            Sulit perubahan untukku
(4)
Oh ibu………
Aku rindu akan kasih sayangmu
Sinar binarmu mengantarkan aku ke depan pintu gerbang
Lambaian tanganmu mengucapkan selamat
Semoga kau sukses anakku tercinta
Oh ibu…………
Aku kangen akan dekapan hangatmu
Di sini aku hidup sebatangkara
Terdampar di negeri seberang
Melaksanakan titah suci-Nya
Oh ibu……….
Sungguh aku merindukan kasih sayangmu
Berbinar-binar air jatuh menetesi pipiku
Tak terhalang bak air hujan turun dari langit-Nya
Ibu………..
Tunggulah aku di tempat perpisahan
Aku akan datang membawa sekarung cita-citamu
Yang aku dapat dari deraian air mata do’amu disetiap pengaduanmu pada-Nya
Setiap kali akau datang
Setiap kali pula engkau menangis
Dan setiap aku pergi
Selalu dihantarkan dengan tangisanmu
Hidup lama dalam sangkar suci
Sulit melihat di luar diri
Sulit menjangkau dirinya
Hanya kedatanganmu selalu kutunggu
Begitulah hati terobati
Rinduku terobati dengan detik saja
Tak bisa menjangkaunya
Komunikasi terputus begitu saja
Garngnya peraturan untukku
            Inilah sebenarnya yang kurasakan
            Tahunan yang kulalui tanpanya
            Hingga aku dibebaskan
            Selalu disampingmu dan mengabdi padamu          
                       


           





[1]Kehidupan dimana tidak ada kebebasan untuk melakukan sesuatu, karena terikat oleh peraturan dan dengan kegiatan yang penuh, sehingga kadang-kadang  membuat orang tidak pernah untuk tinggal di sana. Itu adalah pondok pesantren
[2] Waktu di mana orang tua datang berkunjung, biasanya tiap akhir bulan.
[3] Pada saat itu ortuku memberi pesan nasehat agar aku menjadi anak yang berguna bagi mereka utamanya dan bagi bangsa ini
[4]Tidak dapat melakukan pekerjaan apapun, hanya tidur dan merenung saat itu
[5]Biasnya kunjungan itu berakhir stelah orang tuaku selesai dhuhur, dan setelah itu aku harus sekolah sorenya (informal atau kajian kitab kuning)

Cinta, responlah
1
Inilah kisahku…….
Hidup dalam kesendirian
Tanpa ada yang memperhatikan
Tanpa ada yang menyayangi
          Kadang hati merasa iri
          Melihat teman berpasangan
          Bisa malam mingguan
          Sedang diriku sendirian
Aku selalu berdo’a
Dalam sujudku kumeminta
Berikan kekasih dalm hidupku
Mencintai dengan segenap rasa
          Hari-hari kulalui dengan pengharapan
Harapan yang tidak mungkin terjadi
Itulah sindirin teman untukku
Memang nasib selalu mempermaikanku
Aku berkaca sambil mengacak pinggang
Memandangi diriku sendiri
Timbul pertanyaan dalam benakku
Apa aku pantas mempunyai kekasih?
          Rasanya tak mungkin
          Begitulah hati pesimis diri
          Dengan tampang yang mungkin pas-pasan
          Kekecewaanku terhadap diriku
Hidupku kuhabiskan sendirian
Enam tahun lamanya
Dalam sangkar suci ini
Dengan rasa frustasi
2
          Ini kisahku…….
          Hidup dalam kesendirian
          Tanpa ada yang memperhatikan
          Tanpa ada yang menyayangi
Saat ku keluar dari kelas
Kulihat sosok wanita yang elok
Begitu anggun penampilannya
Melipan bendera diterik matahari
          Kuhampiri dengan kepura-puraanku
Kulihat dengan jarak yang cukup dekat
Hati berkata “apa ini jawaban dari do’aku”
Begitulah hati riangnya
Girangnya hati kala itu
Tebar bahagia dalam kelas
Bertanya-tanya siapa dia
Dan dari mana dia
          Saat bel pulang berbunyi
          Berjalan ditengah hijaunya sawah
Melirik kaku dalam pencarian
Di mana wanita itu
Esok hari tiba
Setelah malam aku terpikir olehnya
Aku bergegas pergi ke sekolah
Tanpa sadar aku salipan dengannya
          Hati kecewa dengan kealimanku
          Membiarkan wanita itu tanpa sapa
Ku menunggu ditempat biasa dia lewat
Memenuhi amanat dari guru
Kalu jodoh tidak akan kemana
Dia berjalan dari arah berlawanan
Kusapa dengan kata “ehem”
Jawab dia tersenyum melihatku
          Aku berpikir ……
          Apa ini tanda kalau itu koneksi
          Kutunggu dia keluar dari ruangan
          Kusapa dengan “dari mana”
          Hanya senymuan manis terlihat
3
Inilah kisahku………
Hidup dalam kesendirian
Tanpa ada yang memperhatikan
Tanpa ada yang menyayangi
          Hari begitu cepat berlalu
Siang berganti malam
Kubuatkan puisi cinta
          Dengan anggapan dia akan menerimaku
Dengan romantisnya aku berkata
Mengeluarkan semua isi hatiku
Menyanjung dengan seribu sanjungan
Berharap dia bahagian dengan ini
          Matahari sapa pagiku dengan senyuman
          Ku bergegas bersiap-siap
Dengan rasa percaya diriku
          Dia akan menerimaku
Kutuliskan di depan surat itu
“dari yang memujamu”
Manisnya kata itu, bagiku
          Kutunggu ditempat biasa
          Dengan rasa gugup bercampur percaya diri
          Dia datang bergandeng ria
          Dan kuberikan kertas puith padanya
4
 Inilah kisahku………
Hidup dalam kesendirian
Tanpa ada yang memperhatikan
Tanpa ada yang menyayangi
          Tiga hari berlalu
          Menunggu balasan cinta
          Antara diterima atau tidak
          Dag-dig-dug hati tak tenang
Fajar menyingsing perlahannya
Hati tak sabar bertemunya
Terucap kata di bibir
Saatnya aku bahagia
          Matahari cerahkan sinarnya
          Secerah hati yang gembira
          Kuhampiri dikau sekian kalinya
          Lagi-lagi tak ada respon untukku
Terbesit dalam hati yang lelah
Menunggu ketidak pastian
Sayap-sayap patah ala Khalil Gibran
Menjadi cermunan hati ini